Latest Entries »

Sabtu, 04 Oktober 2014

Mengendalikan Pedang Bermata Dua

oleh: Naufal Aulia Aziz

Remaja, sebuah kata yang mendeskripsikan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa. Sebuah kata yang melambangkan perkembangan jasmani dan rohani seorang manusia. Sebuah kata yang menyimbolkan pedang bermata dua, yakni pedang yang dapat memberantas musuh (menguasai nafsu), yang dapat pula berbalik merusak pemakainya (dikuasai nafsu).

Remaja di Indonesia sekarang ini adalah remaja yang--menurut pemateri di acara Menara Salman-- sudah cepat balig tapi belum akil. Balig disini bermaksud jasmaninya sudah berkembang di umur-umur yang lebih muda dari umur normalnya, baik dari segi proporsi tubuh, suara, maupun tanda-tanda seksual seperti mimpi basah untuk laki-laki dan menstruasi untuk perempuan. Namun, remaja-remaja yang cepat sekali balig ini ternyata tidak bersamaan akilnya, atau dengan kata lain kedewasaan mentalnya. Sifat kekanak-kanakan masih ada di dalam diri mereka walaupun secara fisik mereka sudah mulai dewasa.

Remaja tidak akan bisa berbuat apapun dengan benar tanpa ada kedewasaan mental atau akil. Mereka hanya akan terombang-ambing oleh kehidupan mereka, terlalu terlena dengan kesenangan dunia, dan terlalu lemah untuk menanggung kerasnya kehidupan. Kebanyakan output dari hal ini pun buruk sekali. Dapat kita lihat di media cetak, televisi, maupun media digital, bahwa ada saja kasus yang melibatkan remaja sebagai tersangka. Mulai dari aborsi, kecanduan narkoba, sampai kasus geng motor yang isinya adalah remaja SMA. Semua ini berasal dari satu hal: tidak terasahnya sifat akil.

Penulis sendiri merupakan satu di antara jutaan remaja di Indonesia yang semakin menyentuh masa dewasa. Masih sangat terasa perkembangan jasmani dan rohani, terutama dari gejolak pikiran dalam hati. Terkadang, dorongan berbuat buruk muncul di saat kekosongan terjadi di hari-hari penulis, hingga simbol pedang bermata dua itupun bukannya mustahil untuk dirasakan oleh penulis. Penulis yakin, banyak pula jutaan remaja lain yang mengalami gejolak seperti yang penulis rasakan di masa awal-awal keremajaan mereka, dan hal tersebut hanya dapat diatasi dengan pembinaan fundamental yang berlandaskan keislaman, sebuah landasan yang benar di antara landasan-landasan lain yang justru mengacaukan pemikiran remaja.

Pembinaan menjadi ajang aktualisasi diri yang sejatinya dibutuhkan oleh remaja. Pembinaan dapat meningkatkan kedewasaan mental seorang remaja, dan mengasah akal mereka agar bisa membedakan mana yang benar, mana yang salah, mana yang diperintahkan Allah, dan mana yang dilarang oleh Allah. Urgensi pembinaan sudah mencapai titik di mana tanpa adanya pembinaan, maka masa depan Indonesia, terlebih lagi agama Islam, akan semakin hancur tergerus derasnya 'guyuran' paham dan budaya yang jauh menyimpang dari agama Islam. Tanpa adanya pembinaan, maka sebaik-baik remaja hanya dapat mengurus dirinya sendiri, tanpa memiliki rasa persaudaraan sesama muslim, tanpa memiliki kesadaran membantu orang lain, dan pastinya, tanpa kesadaran memaknai arti 'Laa ilaaha illallah' di kehidupan sehari-harinya.
Selain dapat mengancam, remaja juga punya potensi untuk berkarya, memajukan mulai dari apa yang ada si sekelilingnya, sampai akhirnya menjadi pemimpin besar di masa mendatang. Contohnya Ali bin Abi Thalib yang sejak kecil sudah sering bersama dengan Rasulullah, sehingga Ali pun dibina dengan sangat baik oleh Rasulullah di masa remajanya. lalu hasilnya? Ia menjadi khalifah keempat! Namun, apakah semua remaja dibina langsung oleh Rasulullah? Tentu tidak. Oleh karena itu, tanpa pembinaan Islam yang sesuai, akan seperti apakah dia sebagai pemimpin? Dapatkah ia menjadi harapan bangsa dan umat Islam? Atau hanya menjadi harapan partai politiknya saja? Itu juga yang perlu diluruskan. Pembinaan keislaman ini fundamental demi menyelaraskan potensi dan produktivitas yang dimiliki remaja pada koridor yang benar, sehingga outputnya juga tidak dangkal dan singkat, namun dalam, efektif, dan berkepanjangan.

Penulis sendiri merasakan adanya perbedaan dari yang namanya 'coba-coba' membina secara mandiri, dengan benar-benar mengikuti pembinaan yang jelas. Pembinaan yang jelas sangat berguna memfasilitasi keingintahuan dan potensi peserta pembinaan, dan terlebih lagi, adanya komunikasi dua arah antara yang dibina dengan pembina yang sudah berwawasan luas juga memperjelas hal-hal yang telah disampaikan.


Pembinaan Islam yang fundamental ini, jika tercapai makaoutputnya adalah remaja yang siap menghadapi apa yang ada di depannya, remaja yang tangguh menghadapi cobaan, dan remaja yang tegas menjauhi keburukan. Pembinaan lain seperti keorganisasian atau akademik pun dapat dijalankan dengan terarah dan maksimal outputnya. Dengan bekal pembinaan Islam, maka sang remaja akan bisa memilah hal yang benar dan salah di seluruh aspek kehidupannya, dan dengan keaktifan serta potensi yang dimiliki, maka lengkaplah remaja tersebut. 'Pedang' yang penulis sebutkan di awal tadi pun sudah dapat dijinakkan oleh sang remaja, dan jadilah ia calon pemimpin yang diharapkan bagi bangsa dan umat Islam.